Senin, 18 Juni 2012

KBI, KBE, KOMPRESI BIMANUAL AORTA


BAB II
PEMBAHASAN

A. KOMPRESI BIMANUAL
Kompresi Bimanual Interna adalah tangan kiri penolong dimasukan ke dalam vagina dan sambil membuat kepalan diletakan pada forniks anterior vagina. Tangan kanan diletakan pada perut penderita dengan memegang fundus uteri dengan telapak tangan dan dengan ibu jari di depan serta jari-jari lain di belakang uterus. Sekarang korpus uteri terpegang antara 2 tangan antara lain, yaitu tangan kanan melaksanakan massage pada uterus dan sekalian menekannya terhadap tangan kiri.
Kompresi bimanual interna melelahkan penolong sehingga jika tidak lekas member hasil, perlu diganti dengan perasat yang lain. Perasat Dickinson mudah diselenggarakan pada seorang multipara dengan dinding perut yang sudah lembek. Tangan kanan diletakkan melintang pada bagian-bagian uterus, dengan jari kelingking sedikit di atas simfisis melingkari bagian tersebut sebanyak mungkin, dan mengangkatnya ke atas. Tangan kiri memegang korpus uteri dan sambil melakukan massage menekannya ke bawah ke arah tangan kanan dan ke belakang ke arah promotorium.
Kompresi bimanual interna dilakukan saat terjadi perdarahan. Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998).
Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi (Williams, 1998)
HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran (Marylin E Dongoes, 2001).
Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
- Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir
- Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan post partum :
1. Menghentikan perdarahan.
2. Mencegah timbulnya syok.
3. Mengganti darah yang hilang.Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh persalinan. Berdasarkan penyebabnya :
1. Atoni uteri (50-60%).
2. Retensio plasenta (16-17%).
3. Sisa plasenta (23-24%).
4. Laserasi jalan lahir (4-5%).
5. Kelainan darah (0,5-0,8%).

a.     Etiologi / Penyebab
Tindakan kompresi bimanual interna ini akibat adanya perdarahan yang disebabkan karena Penyebab umum perdarahan postpartum adalah:
1. Atonia Uteri
2. Sisa Plasenta dan selaput ketuban
- Pelekatan yang abnormal (plasaenta akreta dan perkreta)
- Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia)
3.Inversio Uteri
Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri

b . Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah-pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.
Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir adalah:
Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir).
1. Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri masih tinggi.
2. Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.
3. Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi yang lemah tersebut menjadi kuat.
Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak).
1. Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
2. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus-menerus.
Penanganannya, ambil spekulum dan cari robekan.
3. Setelah dilakukan masase atau pemberian uterotonika langsung uterus mengeras tapi perdarahan tidak berkurang.Perdarahan Postpartum akibat Atonia Uteri
Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian plasenta dari rahim dan sebagian lagi belum; karena perlukaan pada jalan lahir atau karena atonia uteri. Atoni uteri merupakan sebab terpenting perdarahan postpartum.
Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama; pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar; persalinan yang sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat dan mendorong rahim ke bawah sementara plasenta belum lepas dari rahim.
Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan karena atonia uteri, rahim membesar dan lembek.Terapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati karena perdarahan yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang telah mengalami anemia. Bila sebelumnya pernah mengalami perdarahan postpartum, persalinan berikutnya harus di rumah sakit. Pada persalinan yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim.
Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya penghentian perdarahan secepat mungkin dan mengangatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi hasil yang diharapkan dalam waktu singkat, dilakukan kompresi bimanual pada rahim, bila perlu dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa kedalam rahim sampai rongga rahim terisi penuh. Pada perdarahan postpartum ada kemungkinann dilakukan pengikatan pembuluh nadi yang mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim.
Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat kesalahan penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya.Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.
Sehingga untuk mengatasi perdarahan tersebut diatas harus dilakukan Kompresi Bimanual Interna.

c.       Manifestasi Klinik / Tanda Dan Gejala
Gejala Klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (> 500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.
Gejala Klinis berdasarkan penyebab:
a. Atonia Uteri:
Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah anak lahir (perarahan postpartum primer)
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain)
b. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)
Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah ) tidak lengkap dan perdarahan segera
Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
c. Inversio uterus
Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat.
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan pucat

d.    Tindakan KBI
Kompresi bimanual internal :
  • Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan lembut memasukan tangan (dengan cara menyatukan kelima ujung jari) ke introitus dan ke dalam vagina ibu.
  • Periksa vagina dan serviks untuk mengetahui ada tidaknya selaput ketuban atau bekuan darah pada kavum uteri yang memungkinkan uterus tidak dapat berkontraksi secara penuh.
  • Letakkan kepalan tangan pada forniks anterior, menekan dinding anterior uterus, sementara telapak tangan lain pada abdomen, menekan dengan kuat dinding belakang uterus ke arah kepalan tangan dalam.
  • Tekan uterus dengan kedua tangan secara kuat. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah di dalam dinding uterus dan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi.
  • Evaluasi hasil kompresi bimanual internal:
    • Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBI selama 2 menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dari dalam vagina, pantau kondisi ibu secara melekat selama kala IV
    • Jika uterus berkontraksi tetapi perdarahan terus berlangsung, periksa perineum, vagina dan serviks apakah terjadi laserasi di bagian tersebut, segera lakukan penjahitan bila ditemukan laserasi.
    • kontraksi uterus tidak terjadi dalam 5 menit, ajarkan pada keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksternal, kemudian teruskan dengan langkah-langkah penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Minta keluarga untuk mulai menyiapkan rujukan.

B. KOMPRESI BIMANUAL EKSTERNA

Ada beberapa macam pengertian dari kompresi bimanual,antara lain sebagai berikut:
  1. Kompresi bimanual adalah suatu tindakan untuk mengontrol dengan segera homorrage postpartum.dinamakan demikian karena secara literature melibatkatkan kompresi uterus diantara dua tangan.(varney,2004)
  2. Menekan rahim diantara kedua tangan dengan maksud merangsang rahim untuk berkontraksi dan mengurangi perdarahan (depkes RI,1996-1997)
  3. Tindakan darurat yang dilakukan untuk menghentikan perdarahan pasca salin.(depkes RI,1997)
a.         kompresi bimanual eksterna
Kompresi bimanual eksterna merupakan tindakan yang efektif untuk mengendalikan perdarahan misalnya akibat atonia uteri. Kompresi bimanual ini diteruskan sampai uterus dipastikan berkontraksi dan perdarahan dapat dihentikan.ini dapat di uji dengan melepaskan sesaat tekanan pada uterus dan kemudian mengevaluasi konsistensi uterus dan jumlah perdarahan. Penolong dapat menganjurkan pada keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksterna sambil penolong melakukan tahapan selanjutnya untuk penatalaksanaan atonia uteri.
Dalam melakukan kompresi bimanual eksterna ini, waktu sangat penting, demikian juga kebersihan. sedapat mungkin ,gantillah sarung tangan atau cucilah tangan sebelum memulai tindakan ini.
  1. Peralatan
-          Sarung tangan steril
-          Cairan infuse
-          Peralatan infuse
-          Jarum infuse
-          Plester
-          Kateter urin
  1. Prosuder kompresi bimanual eksterna
2.      Bila mungkin mintalah bantuan seseorang
  1. Cobalah massage ringan agar uterus berkontraksi
  2. Periksa apakah kandung kencing penuh.jika kandung kencing penuh,mintalah ibu untuk buang air kecil.bila tidak berhasil,pasanglah kateter
  3. Jika perdarahan tidak berhenti, lakukan kompresi bimanual eksterna.
Ada beberapa  cara dalam melakukan kompresi bimanual eksterna yaitu:
  1. Cara I
-          Tangan kiri menggenggam rahimdari luar dan dasar rahim,
-          Tangan kanan menggenggam rahim bagian bawah,
-          Kemudian keduatangan menarik rahim keluar dari rongga panggul, sedangkan tangan kanan memeras bagian bawah rahim.
  1. Cara II
-          Letakansatu tangan pada dinding perut dan usahakan sedapat mungkin bagian belakang uterus,
-          Letakan tangan dan lain dalam keadaan terkepal pada bagian depan kurpus uteri,
-          Kemudian rapatkan kedua tangan untuk menekan pembuluh darah ke dinding uterus dengan jalan menjepit uterus diantara kedua tangan tersebut.
  1. Berikan 10 unit oksitoksin (syntocinon) secara IM atau  melalui infuse jika mungkin, kemudian berikan ergometrin 0,2 mg (methergin) IM, kecuali jika ibu menderita hipertensi berat. Dapat juga diberikan 0,5 mg syntometrin IM jika ibu tidak menderita hipertensi. Jika perdarahan berkurang atau berhenti mintalah ibu menyusui bayi.
  2. Jika hal ini tidak berhasil menghentikan perdarahan dan uterus tetap tidak berkontraksi walaupun telah di rangsang dengan mengusap-usap perut pasanglah infuse.



C. KOMPRESI BIMANUAL AORTA ABDOMINALIS

Peralatan yang di perlukan untuk dapat melakukan kompresi aorta abdominalis tidak ada, kecuali sedapat mungkin teknik yang benar, sehingga aorta benar-benar tertutup untuk sementara waktu sehingga perdarahan karena otonia uteri dapat di kurangi.
Tata cara komperesi aorta abdominalis:
1.       Tekanlah aorta abdominalis diatas uterus dengan kuat dan dapat dibantu dengan tangan kiri selama 5 s/d 7 menit.
2.       Lepaskan tekanan sekitar 30 sampai 60 detik sehingga bagian lainnya tidak terlalu banyak kekurangan darah.
3.       tekanan aorta abdominalis untuk mengurangi perdarahan bersifat sementara sehingga tersedia waktu untuk memasang infus dan memberikan uterotonika secara intravena.
  1. TEKHNIK PENEKANAN AORTA
  • Berikan tekanan kebawah dengan tekanan tangan diletakan diatas pers abdominalis aorta melalui dinding abdomen
  • Titik kompresi tepat diatas umbilikus dan agak kekiri
  • Denyut aorta dapat diraba dengan mudah melalui dinding abdomen anterior segera pada periode pascapartum
  • Dengan tangan yang lain palpasi denyut nadi femoral untuk memeriksa keadekuatan kompresi
  • Jika denyut nadi teraba selama kompresi tekanan yang dikeluarkan kepalan tangan tidak adekuat
  • Jika denyut nadi femoral tidak teraba tekanan yang dikeluarakan kepalan tangan adekuat
  • Pertahanan kompresi sampai darah terkontrol
  • Jika pendarahan berlanjut walaupun kompresi telah dilakukan
  • Lakukan ligasi uteria dan ligasi ateri uteri
  • Bila tidak berhasil, histerektomi adalah langkah terakhir
Ligasi arteria uterine dan arteri uteroovarium:
  • Tinjau kembali Indikasi
  • Tinjau kembali prinsip perawatan umum,prinsip perawatan operasi dan pasang infuse IV
  • Berikan dosis tunggal antibiotik profilaksis
  • Buka abdomen
  • Tarik uterus untukmembuka bagian bawah ligamentum latum uteri
  • Raba denyut arteria uterina di dekat persambungan uterus dan servik
  • Dengan menggunakan benang catgut kromik 0 pada jarum besar,masukkan jarum kesekeliling
arteri dan melalui 2-3 cm miometrium pada tempat dibuatnya insisi melintang segmen bawah
uterus lalu ikat benang dengan kuat
  • Buat jahitan sedekat mungkin dengan uterus karena biasanya ureter berada hanya 1 cm
disamping ateria uterina
  • Ulangi posisi tersebut pada sisi sebelahnya
  • Jika arteri robek,pasang klem dan ikat tempat perdarahan
  • Ikat arteri uteroovarium tepat dibawah titik pertemuan ligamentum suspensorium ovarii dengan
uterus
  • Ulangi prosedur tersebut pada sisi sebelahnya
  • Pantau adanya perdarahan berkelanjutan atau pembentukan hematoma
  • Tutup abdomen
Histerektomi:
  • Tinjau kembali Indikasi
  • Tinjau kembali prinsip perawatan umum,prinsip perawatan operasi dan pasang infus IV
  • Berikan dosis tunggal antibiotik profilaksis
  • Jika terdapat hemoragi yang tidak dapat terkontrol etelah pelahiran per vagina, pikirkan bahwa kecepatan tindakan adalah hal yang sangat penting.
  • Jika pelahiran dilakukan melalui seksio sesaria, pasang klem pada area perdarahan di sepanjang insisi uterus











BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Tindakan Kompresi Bimanual Interna ini dapat di lakukan jika terjadi perdarahan, yang disebabkan karena adanya atonia uteri, sisa plasenta yang tertinggal dan inversio uteri.
Tindakan Kompresi Bimanual Interna ini adalah dimana tangan kiri penolong dimasukan ke dalam vagina dan sambil membuat kepalan diletakan pada forniks anterior vagina. Tangan kanan diletakan pada perut penderita dengan memegang fundus uteri dengan telapak tangan dan dengan ibu jari di depan serta jari-jari lain di belakang uterus.
Oleh karena itu, Kompresi ini harus dilakuakn dengan segera agar perdarahan pada ibu bersalin dapat terhentikan dengan secepat mungkin.

Kompresi aorta dilakukan untuk menghentikan pendarahan dilakukan dengan beberapa  cara yaitu Tata cara komperesi aorta abdominalis:
Tekanlah aorta abdominalis diatas uterus dengan kuat dan dapat dibantu dengan tangan kiri selama 5 s/d 7 menit. Lepaskan tekanan sekitar 30 sampai 60 detik sehingga bagian lainnya tidak terlalu banyak kekurangan darah.Tekanan aorta abdominalis untuk mengurangi perdarahan bersifat sementara sehingga tersedia waktu untuk memasang infus dan memberikan uterotonika secara intravena.


Jumat, 15 Juni 2012

Makala ku


MAKALAH  ASKEB  IV PATOLOGI
PERSALINAN DENGAN PENYULIT KALA III DAN IV
ATONIA UTERI, RETENSIO PLACENTA
DAN EMBOLI AIR KETUBAN



OLEH
WINDA S FEBRIANTY
YULI RAHMAWATI

YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKADEMI KEBIDANAN PELAMONIA
MAKASSAR
2012







KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makala ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan dia mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makala ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Persalinan dengan Penyulit KALA III dan IV. Yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber,  makala ini disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penysun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makala ini dapat diselesaikan. Walaupun makala ini mungkin kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen Askeb IV Patologi yaitu Ratang Hamka S, ST yang gtelah membimbing penyusun.
Semoga makala ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makala ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritikannya. Terima kasih

Makassar 15 mei 2012

       Penyusun     

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Persalinan merupakan salah satu kejadian besar bagi seorang ibu. Diperlukan segenap kemampuan baik tenaga maupun pikiran guna melalui tahapan prosesnya. Banyak ibu hamil dapat melalui proses persalinan dengan lancar dan selamat. Namun banyak pula, persalinan menyebabkan terjadinya komplikasi yang disebabkan oleh berbagai hal.
Perdarahan pascapersalinan merupakan penyebab penting kematian ibu:1/4 dari kematian ibu disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan tidak menyebabkan kematian, kejadian ini sangat mempengaruhi morbiditasnifas karena anemia akan menurunkan daya tekan tubuh sehingga sangat penting untuk mencegah perdarahan yang banyak.

Perdarahan pasca persapersalinan sekarang dapat di bagi menjadi:
·       Perdarahan pascapersalinan dini adalah perdarahan 7,500 cc pada 24 jam pertama setelah persalinan
·       Perdarahan pascapersalinan lambat ialah perdarahan 7,500 cc setelah 24 jam persalinan





PEMBAHASAN

Penyulit Persalinan Kala III

A.      Atonia Uteri
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tidak berkontraksi.
Etiologi  :
Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor predisposisi (penunjang ) seperti :
1. Overdistention uterus seperti: gemeli makrosomia, polihidramnion,
     Paritas tinggi
2. Umur yang terlalu muda atau terlalu tua.
3. Multipara dengan jarak kelahiran pendek
4. Partus lama / partus terlantar
5. Malnutrisi.
6. Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya placenta
     Belum terlepas dari dinding uterus.


Penatalaksanaan :
1. Bersihkan semua gumpalan darah atau membran yang mungkin berada di dalam mulut uterus atau di dalam uterus
2.Segera mulai melakukan kompresi bimanual interna
3.Jika uterus sudam mulai berkontraksi secara perlahan di tarik tangan  penolong. Jika uterus sudah berkontraksi, lanjutkan memantau ibu secara ketat.
4.     Jika uterus tidak berkontraksi setelah 5 menit, minta anggota keluarga melakukan bimanual interna sementara penolong memeberikan metergin 0,2 mg IM dan mulai memberikan IV (RL dengan 20 UI oksitosin/500 cc dengan tetesan cepat).
5.     Jika uterus masih juga belum berkontraksi mulai lagi kompresi bimanual interna setelah anda memberikan injeksi metergin dan sudah mulai IV
6. Jika uterus masih juga belum berkontraksi dalam 5-7 menit, bersiaplah untuk melakukan rujukan dengan IV terpasang pada 500 cc/jam hingga tiba di tempat r ujukan atau sebanyak 1,5 L seluruhnya diinfuskan kemudian teruskan dengan laju infus 125 cc/jam.

B.  Retensio  Placenta
Retensio Plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah kelahiran bayi. Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena sebagai benda mati, dapat terjadiplasenta inkarserata dapat terjadi polip plasenta, dan terjadi degenerasiganas korio karsinoma




Etiologi  :
1.     Plasenta belum lepas dari didinding uterus.
2.     Plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan (disebabkan karena tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III).
3.      Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta
4.       Plasenta melekat  erat pada dinding uterus oleh sebab vili korealis menembus desidua sampai miometrium-sampai dibawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta).
Penatalaksaan :
1.     Jika plasenta terliahat dalam vagina, mintalah ibu untuk mengejan. Jika anda dapat merasakan adanya plasenta dalam vagina, keluarkan plasenta tersebut.
2.     Pastikan kandung kemih sudah kosong. Jika diperlukan, lakukan katerisasi kandung kemih
3.      Jika plasenta belum keluar, berikan oksitosin 10 Unit IM, jika belum dilakukan dalam penanganan aktif kala III
4.      Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian oksitosin dan uterus terasa berkontraksi, lakukan penarikan tali pusat terkendali.
5.      Jika traksi tali pusat terkendali belum berhasil, cobalan untukmengeluarkan plasenta secara manual. Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji pembekuan darah sederhana. Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudam menunjukan koagulapati
6.      Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, secret vagina yang berbau), berikan antibiotik untuk metritis.




Jenis – Jenis Retensio Placenta
Ø   Plasenta Adhesiva
Placenta Adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
Ø   Placenta Akreta
Placenta Akreta adalah implantasi jonjot korion plasetita hingga memasuki sebagian lapisan miornetrium.
Ø   Placenta Inkreta
Placenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai / memasuki miornetrium.
Ø   Placenta Perkreta
Placenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
Ø   Placenta Inkaserata
Placenta inkaserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri disebabkan oleh kontriksi osteuni uteri.
C.  Emboli Air  Ketuban
Emboli air ketuban menimbulkan syok yang sangat mendadak dan biasanya berakhir dengan kematian. Salah satu syok dalam obstetric yang bukan disebabkan karena perdarahan.


Etiologi :
Penyebabnya adalah masuknya air ketuban melalui vena endoserviks atau sinus vena yang terbuka didaerah tempat perlekatan placenta. Masuknya air ketuban yang juga lanugo, verniks kaseosa dan juga mekonium kedalam peredaran darah ibu akan menyumbat pembuluh-pembuluh kapiler dalam paru-paru ibu, selain itu zat-zat itu juga menimbulkan reaksi anafilaksis yang besar  dan gangguan pembekuan darah

Gejala Klinis
            Gejala awal yaitu penderita tampak gelisah, mual-mual, disertai tachicardi dan takhipnoe. Selanjutnya timbul dispnea dan sianosis, tekanan darah menurun, nadi cepat dan lemah, kesadaran menurun, komplikasi yang lain adalah gangguan pembekuan darah.

Penatalaksanaan  :    
Pemberian zat asam dengan tekanan positif untuk mengatasi odema paru-paru digitalis diberikan bila ada indikasi payah jantung. Dapat diberi morfin 0,01 – 0,02 sub cutan atau atropine 0,001 – 0,003 iu pelahan-lahan dan pavaperin 0,004 i.u. Masuknya bahan trombhoplastin dari plasenta kedalam sirkulasi ibu dapat menyebabkan kerusakan fibronogen yang ada atau yang diberikan, sehingga darah tidak dapat berkoagulasi walaupun diberikan fibrinogen.

Mengenal Komplikasi Pada Persalinan

Berikut beberapa komplikasi yang biasa terjadi pada persalinan

Perdarahan Masa Nifas

Perdarahan postpartum atau pendarahan pasca persalinan adalah perdarahan dengan jumlah lebih dari 500 ml setelah bayi lahir. Ada dua jenis menurut waktunya, yaitu perdarahan dalam 24 jam pertama setelah melahirkan dan perdarahan nifas.
Penyebab tersering adalah atoni uteri, yakni otot rahim tidak berkontraksi sebagaimana mestinya segera setelah bayi lahir. Normalnya, setelah bayi dan plasenta lahir otot-otot rahim akan berkontraksi sehingga pembuluh darah akan menutup dan perdarahan akan berhenti. Namun, terjadi atoni uteri, rahim tidak dapat berkontraksi dengan baik, sehingga pembuluh darah tetap terbuka. Dengan demikian terjadilah perdarahan postpartum.
Perdarahan post partum dalam 24 jam pertama biasanya masih berada dalam pengawasan. Dalam dua jam pertama, kondisi Anda terus dipantau, salah satunya untuk mengetahui apakah terdapat perdarahan post partum.
Sementara itu, perdarahan masa nifas dapat terjadi ketika Anda sudah tidak berada di rumah sakit lagi. Oleh karena itu Anda harus waspada terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan post partum. Beberapa hal yang lajim, misalnya wajah tampak pucat, nadi teraba cepat dan kecil, kulit kaki dan tangan dingin, serta perdarahan melalui vagina yang terjadi berulang, banyak, dan menetap, atau perdarahan di vagina yang disertai bau busuk. Jika mengalami hal seperti itu segera pergi ke dokter atau rumah sakit terdekat.
Penanganan dilakukan tergantung penyebab dan banyaknya perdarahan. Perdarahan pada 24 jam pertama persalinan umumnya disebabkan oleh robekan/trauma jalan lahir, adanya sisa plasenta ataupun atoni uteri. Apabila penyebabnya adalah atoni uteri, penanganannya disesuaikan dengan derajat keparahannya. Jika perdarahan tidak banyak, dokter akan memberikan uterotonika (obat perangsang kontraksi rahim), mengurut rahim, dan memasang gurita. Bila perdarahan belum berhenti dan bertambah banyak, selanjutnya diberikan infus dan tranfusi darah, lalu dokter akan melakukan beberapa teknik (manufer). Dan bila belum tertolong juga maka usaha terakhir adalah menghilangkan sumber perdarahan dengan dua cara  yaitu mengikat pembuluh darah atau mengangkat rahim (histerektomi).
Perdarahan pada masa nifas umumnya disebabkan oleh infeksi. Jika perdarahan disertai pasca persalinan, maka selain pemberian uterotonika, dokter akan memberikan juga anti biotik yang memakai adekuat.

Infeksi Pasca Persalinan (Postpartum)

Infeksi post partum adalah infeksi yang terjadi setelah ibu melahirkan. Keadaan ini ditandai oleh peningkatan suhu tubuh, yang dilakukan pada dua kali pemeriksaan, selang waktu enam jam dalam 24 jam pertama setelah persalinan. Jika suhu tubuh mencapai 38 derajat celcius dan tidak ditemukan penyebab lainnya (misalnya bronhitis), maka dikatakan bahwa telah terjadi infeksi post partum.
Infeksi yang secara langsung berhubungan dengan proses persalinan adalah infeksi pada rahim, daerah sekitar rahim, atau vagina. Infeksi ginjal juga terjadi segera setelah persalinan.
Beberapa keadaan pada ibu yang mungkin dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi post partum, antara lain anemia, hipertensi pada kehamilan, pemeriksaan pada vagina berulang-ulang, penundaan persalinan selama lebih dari enam jam setelah ketuban pecah, persalinan lama, operasi caesar, tertinggalnya bagian plasenta didalam rahim, dan terjadinya perdarahan hebat setelah persalinan.
Gejalanya
 Antara lain menggigil, sakit kepala, merasa tidak enak badan, wajah pucat, denyut jantung cepat, peningkatan sel darah putih, rasa nyeri jika bagian perut ditekan, dan cairan yang keluar dari rahim berbau busuk. Jika infeksi menyerang jaringan disekeliling rahim, maka nyeri dan demamnya lebih hebat.

Ruptur Uteri

Secara sederhana ruptur uteri adalah robekan pada rahim atau rahim tidak utuh. Terdapat keadaan yang meningkatkan kejadian ruptur uteri, misalnya ibu yang mengalami operasi caesar pada kehamilan sebelumnya. Selain itu, kehamilan dengan janin yang terlalu besar, kehamilan dengan peregangan rahim yang berlebihan, seperti pada kehamilan kembar, dapat pula menyebabkan rahim sangat teregang dan menipis sehingga robek. Gejala yang sering muncul adalah nyeri yang sangat berat dan denyut jantung janin yang tidak normal.
Pada keadaan awal, jika segera diketahui dan ditangani dapat tidak menimbulkan gejala dan tidak mempengaruhi keadaan Anda dan janin. Namun, jika robekan yang luas dan menyebaabkan perdarahan yang banyak, dokter akan segera melakukan operasi segera untuk melahirkan bayi sampai pada pengangkatan rahim. Hal ini bertujuan agar Anda tidak kehilangan darah terlalu banyak, dan bayipun dapat diselamatkan. Perdarahan hebat juga memerlukan trafusi darah dan pertolongan darurat lainnya, sampai pada dibutuhkannya fasilitas ICU dan NICU.
Apabila terjadi perdarahan  yang hebat dalam perut ibu, hal ini mengakibatkan suplai darah ke plasenta dan janin menjadi berkurang, sehingga dapat menyebabkan kematian janin dan ibu.
Jika ibu memiliki riwayat ruptur uteri pada kehamilan sebelumnya, disarankan untuk tidak hamil lagi sebab beresiko terjadinya ruptur uteri yang berulang. Namun, jika Anda hamil lagi, diperlukan pengawasan yang ketet selama kehamilan, kemudian bayi akan dilahirkan dengan cara caesar.

Trauma Perineum

Perineum adalah otot, kulit, dan jaringan yang ada diantara kelamin dan anus. Trauma perineum adalah luka pada perineum sering terjadi saat proses persalinan. Hal ini karena desakan kepala atau bagian tubuh janin secara tiba-tiba, sehingga kulit dan jaringan perineum robek.
Berdasarkan tingkat keparahannya, trauma perineum dibagi menjadi derajat satu hingga empat. Trauma derajat satu ditandai adanya luka pada lapisan kulit dan lapisan mukosa saluran vagina. Perdarahannya biasanya sedikit. Trauma derajat dua, luka sudah mencapai otot. Trauma derajat tiga dan empat meliputi daerah yang lebih luas, bahkan pada derajat empat telah mencapai otot-otot anus, sehingga pendarahannya pun lebih banyak.
Trauma parineum lebih sering terjadi pada keadaan-keadaan seperti ukuran janin terlalu besar, proses persalinan yang lama, serta penggunaan alat bantu persalinan (misal forsep).
Adanya luka pada jalan lahir tentu saja menimbulkan rasa nyeri yang bertahan selama beberapa minggu setelah melahirkan. Anda dapat pula mengeluhkan nyeri ketika berhubungan intim.
Saat persalinan, terkadang dokter melakukan episiotomi, yaitu menggunting perineum untuk mengurangi trauma yang berlebihan pada daerah perineum dan mencegah robekan perineum yang tidak beraturan. Dengan episiotomi, perineum digunting agar jalan lahir lebih luas. dengan demikian perlukaan yang terjadi dapat diminimalkan.

KESIMPULAN

Perdarahan pasca persalinan secara tradisional ialah perdarahan yang melebihi 500 cc pada kala III.
Perdarahan pasca persapersalinan sekarang dapat di bagi menjadi:
1. Perdarahan pascapersalinan dini adalah perdarahan 7,500 cc pada 24 jam pertama setelah persalinan
2. Perdarahan pascapersalinan lambat ialah perdarahan 7,500 cc setelah 24 jam persalinan

Perdarahan pascapersalinan merupakan penyebab penting kematian ibu:1/4 dari kematian ibu disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan tidak menyebabkan kematian, kejadian ini sangat mempengaruhi morbiditasnifas karena anemia akan menurunkan daya tekan tubuh sehingga sangat penting untuk mencegah perdarahan yang banyak